macam-macam perjanjian internasional
MACAM-MACAM
PERJANJIAN INTERNASIONAL
Ditinjau dari berbagai segi,
Perjanjian Internasional dapat digolongkan ke dalam 4 (empat) segi, yaitu:
1. Perjanjian
Internasional ditinjau dari jumlah pesertanya
Secara garis besar, ditinjau dari
segi jumlah pesertanya, Perjanjian Internasional dibagi lagi ke dalam:
a. Perjanjian Internasional Bilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang jumlah peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya terdiri atas dua subjek hukum internasional saja (negara dan / atau organisasi internasional, dsb).
a. Perjanjian Internasional Bilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang jumlah peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya terdiri atas dua subjek hukum internasional saja (negara dan / atau organisasi internasional, dsb).
Kaidah hukum
yang lahir dari perjanjian bilateral bersifat khusus dan bercorak perjanjian
tertutup (closed treaty), artinya kedua pihak harus tunduk secara penuh atau
secara keseluruhan terhadap semua isi atau pasal dari perjanjian tersebut atau
sama sekali tidak mau tunduk sehingga perjanjian tersebut tidak akan pernah
mengikat dan berlaku sebagai hukum positif, serta melahirkan kaidah-kaidah
hukum yang berlaku hanyalah bagi kedua pihak yang bersangkutan.
Pihak ketiga, walaupun
mempunyai kepentingan yang sama baik terhadap kedua pihak atau terhadap salah
satu pihak, tidak bisa masuk atau ikut menjadi pihak ke dalam perjanjian
tersebut.
b. Perjanjian Internasional Multilateral, yaitu
Perjanjian Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalam
perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum internasional.
Sifat kaidah
hukum yang dilahirkan perjanjian multilateral bisa bersifat khusus dan ada pula
yang bersifat umum, bergantung pada corak perjanjian multilateral itu sendiri.
Corak
perjanjian multilateral yang bersifat khusus adalah tertutup, mengatur hal-hal
yang berkenaan dengan masalah yang khusus menyangkut kepentingan pihak-pihak
yang mengadakan atau yang terikat dalam perjanjian tersebut.
Maka dari segi
sifatnya yang khusus tersebut, perjanjian multilateral sesungguhnya sama dengan
perjanjian bilateral, yang membedakan hanya dari segi jumlah pesertanya
semata.
Sedangkan
perjanjian multilateral yang bersifat umum, memiliki corak terbuka. Maksudnya,
isi atau pokok masalah yang diatur dalam perjanjian itu tidak saja
bersangkut-paut dengan kepentingan para pihak atau subjek hukum internasional
yang ikut serta dalam merumuskan naskah perjanjian tersebut, tetapi juga
kepentingan dari pihak lain atau pihak ketiga.
Dalam konteks negara, pihak lain atau pihak
ketiga ini mungkin bisa menyangkut seluruh negara di dunia, bisa sebagian
negara, bahkan bisa jadi hanya beberapa negara saja. Dalam kenyatannya,
perjanjian-perjanjian multilateral semacam itu memang membuka diri bagi pihak
ketiga untuk ikut serta sebagai pihak di dalam perjanjian tersebut.
Oleh karenanya, perjanjian multilateral yang
terbuka ini cenderung berkembang menjadi kaidah hukum internasional yang
berlaku secara umum atau universal.
2. Perjanjian Internasional
ditinjau dari kaidah hukum yang dilahirkannya
Penggolongan Perjanjian
Internasional dari segi kaidah terbagi dalam 2 (dua) kelompok:
a. Treaty Contract.
Sebagai perjanjian khusus atau
perjanjian tertutup, merupakan perjanjian yang hanya melahirkan kaidah hukum
atau hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang hanya berlaku antara pihak-pihak yang
bersangkutan saja.
Perjanjian ini bisa saja
berbentuk perjanjian bilateral maupun perjanjian multilateral.
Perlu menjadi catatan bahwa
sebagaimana sifatnya yang khusus dan tertutup menyangkut
kepentingan-kepentingan para pihak yang bersangkutan saja, maka tidak ada
relevansinya bagi pihak lain untuk ikut serta sebagai pihak di dalamnya dalam
bentuk intervensi apapun, maupun relevensinya bagi para pihak yang bersangkutan
untuk mengajak atau membuka kesempatan bagi pihak ketiga untuk ikut serta di
dalamnya.
b. Law Making
Treaty. Sebagai perjanjian umum atau perjanjian terbuka,
merupakan perjanjian-perjanjian yang ditinjau dari isi atau kaidah hukum yang
dilahirkannya dapat diikuti oleh subjek hukum internasional lain yang semula
tidak ikut serta dalam proses pembuatan perjanjian tersebut. Dengan
demikian perjanjian itu, ditinjau dari segi isi atau materinya maupun kaidah
hukum yang dilahirkannya tidak saja berkenaan dengan kepentingan subjek-subjek
hukum yang dari awal terlibat secara aktif dalam proses pembuatan perjanjian
tersebut, melainkan juga dapat merupakan kepentingan pihak-pihak lainnya. Oleh
karena itulah dalam konteks subjek hukumnya adalah negara, biasanya
negara-negara perancang dan perumus perjanjian itu membuka kesempatan bagi
negara-negara lain yang merasa berkepentingan untuk ikut sebagai peserta atau
pihak dalam perjanjian tersebut. Semakin bertambah banyak negara-negara yang
ikut serta di dalamnya maka semakin besar pula kemungkinannya menjadi kaidah
hukum yang berlaku umum. Law making treaty ini pun dapat dijabarkan lagi
berdasarkan jenisnya menjadi:
i. Perjanjian terbuka atau perjanjian umum yang isi atau masalah yang diaturnya adalah masalah yang menjadi kepentingan beberapa negara saja.
ii. Perjanjian terbuka atau perjanjian umum yang isi atau masalah yang diatur di dalamnya merupakan kepentingan sebagian besar atau seluruh negara di dunia.
iii. Perjanjian terbuka atau umum yang berdasarkan ruang lingkup masalah ataupun objeknya hanya terbatas bagi negara-negara dalam satu kawasan tertentu saja.
i. Perjanjian terbuka atau perjanjian umum yang isi atau masalah yang diaturnya adalah masalah yang menjadi kepentingan beberapa negara saja.
ii. Perjanjian terbuka atau perjanjian umum yang isi atau masalah yang diatur di dalamnya merupakan kepentingan sebagian besar atau seluruh negara di dunia.
iii. Perjanjian terbuka atau umum yang berdasarkan ruang lingkup masalah ataupun objeknya hanya terbatas bagi negara-negara dalam satu kawasan tertentu saja.
3. Perjanjian Internasional
ditinjau dari prosedur atau tahap pembentukannya
Dari segi prosedur atau tahap pembentukanya Perjanjian Internasional dibagi ke dalam dua kelompok yaitu:
Dari segi prosedur atau tahap pembentukanya Perjanjian Internasional dibagi ke dalam dua kelompok yaitu:
a. Perjanjian
Internasional yang melalui dua tahap. Perjanjian melalui dua
tahap ini hanyalah sesuai untuk masalah-masalah yang menuntut pelaksanaannya
sesegera mungkin diselesaikan. Kedua tahap tersebut meliputi tahap perundingan
(negotiation) dan tahap penandatanganan (signature). Pada tahap perundingan
wakil-wakil para pihak bertemu dalam suatu forum atau tempat yang secara khusus
membahas dan merumuskan pokok-pokok masalah yang dirundingkan itu. Perumusan
itu nantinya merupakan hasil kata sepakat antara pihak yang akhirnya berupa
naskah perjanjian. Selanjutnya memasuki tahap kedua yaitu tahap penandatangan,
maka perjanjian itu telah mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang
bersangkutan. Dengan demikian, tahap terakhir dalam perjanjian dua tahap,
mempunyai makna sebagai pengikatan diri dari para pihak terhadap naskah
perjanjian yang telah disepakati itu.
b. Perjanjian Internsional yang melalui tiga tahap. Pada Perjanjian Internasional yang melalui tiga tahap, sama dengan proses Perjanjian Internasionl yang melalui dua tahap, namun pada tahap ketiga ada proses pengesahan (ratification). Pada perjanjian ini penandatangan itu bukanlah merupakan pengikatan diri negara penandatangan pada perjanjian, melainkan hanya berarti bahwa wakil-wakil para pihak yang bersangkutan telah berhasil mencapai kata sepakat mengenai masalah yang dibahas dalam perundingan yang telah dituangkan dalam bentuk naskah perjanjian. Agar perjanjian yang telah di tandatangani oleh wakil-wakil pihak tersebut mengikat bagi para pihak, maka wakil-wakil tersebut harus mengajukan kepada pemerintah negaranya masing-masing untuk disahkan atau diratifikasi. Dengan dilalui tahap pengesahan atau tahap ratifikasi ini, maka perjanjian itu baru berlaku atau mengikat para pihak yang bersangkutan. Ditinjau dari sudut isi maupun materi dari perjanjian yang dibentuk melalui tiga tahap ini, pada umumnya menyangkut hal-hal yang mengandung nilai penting atau prinsipil bagi para pihak yang bersangkutan. Hanya saja kriteria mengenai penting atau tidak pentingnya masalah tersebut, ditentukan sepenuhnya oleh negara-negara yang bersangkutan.
b. Perjanjian Internsional yang melalui tiga tahap. Pada Perjanjian Internasional yang melalui tiga tahap, sama dengan proses Perjanjian Internasionl yang melalui dua tahap, namun pada tahap ketiga ada proses pengesahan (ratification). Pada perjanjian ini penandatangan itu bukanlah merupakan pengikatan diri negara penandatangan pada perjanjian, melainkan hanya berarti bahwa wakil-wakil para pihak yang bersangkutan telah berhasil mencapai kata sepakat mengenai masalah yang dibahas dalam perundingan yang telah dituangkan dalam bentuk naskah perjanjian. Agar perjanjian yang telah di tandatangani oleh wakil-wakil pihak tersebut mengikat bagi para pihak, maka wakil-wakil tersebut harus mengajukan kepada pemerintah negaranya masing-masing untuk disahkan atau diratifikasi. Dengan dilalui tahap pengesahan atau tahap ratifikasi ini, maka perjanjian itu baru berlaku atau mengikat para pihak yang bersangkutan. Ditinjau dari sudut isi maupun materi dari perjanjian yang dibentuk melalui tiga tahap ini, pada umumnya menyangkut hal-hal yang mengandung nilai penting atau prinsipil bagi para pihak yang bersangkutan. Hanya saja kriteria mengenai penting atau tidak pentingnya masalah tersebut, ditentukan sepenuhnya oleh negara-negara yang bersangkutan.
4. Perjanjian Internasional
ditinjau dari jangka waktu berlakunya
Pembedaan atas Perjanjian
Internasional berdasarkan atas jangka waktu berlakunya, secara mudah dapat
diketahui pada naskah perjanjian itu sendiri, sebab dalam beberapa Perjanjian
Internasional hal ini ditentukan secara tegas. Namun demikian, dalam hal
Perjanjian Internasional tersebut tidak secara tegas dan eksplisit menetapkan
batas waktu berlakunya, dibutuhkan pemahaman yang mendalam akan sifat, maksud
dan tujuan perjanjian itu, karena hakikatnya perjanjian itu dimaksudkan untuk
berlaku dalam jangka waktu tertentu atau terbatas. Misalnya, jika objek yang
diperjanjikan itu sudah terlaksana atau terwujud sebagaimana mestinya, maka
perjanjian tersebut berakhir dengan sendirinya. Ada memang
perjanjian-perjanjian yang tidak menetapkan batas waktu berlakunya karena
dimaksudkan berlaku sampai jangka waktu yang tidak terbatas, sepanjang dan
selama perjanjian itu masih dapat memenuhi keinginan para pihak atau masih
mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan umum, namun sesungguhnya perjanjian
ini tetap terbatas, yakni pada kebutuhan dan perkembangan zaman itu sendiri.
Dilihat dari sudut materinya, corak perjanjian ini merupakan perjanjian yang
mengandung kaidah hukum yang penting, terutama bagi para pihak yang
bersangkutan.
0 komentar:
Posting Komentar